Jam dinding bertedak, menyadarkan lamunan seorang pria tengah duduk di depan etalase sebuah toko furniture. Lima jam sudah toko itu terbuka sejak sang ayam memamerkan suara lengkingnya serta mentari yang mengintip diantara celah-celah gedung metropolitan seberang bangunan tua yang sedang ia duduki.
Matanya terbelalak, pandangan fokusnya tertuju pada sebuah ruko kecil sepuluh meter depan pelipis matanya. Toko itu selalu ramai pengunjung, tak sedikit juga barangnya laku terjual. Hatinya tak karuan, terlintas prasangka buruk di kepalanya jikalau mereka memakai penglaris dari dukun terkenal di kota seberang. Tak ayal memang sudah puluhan toko di kota seberang memakai jasanya dan alhasil omset penjualan naik bak diskon akhir tahun sahaja, ujarnya dalam hati.
Merasa curiga, Ferry berjalan menuju ruko itu. Ditengah ramainya pengunjung, ia menguntit proses transaksi, tak ada yang aneh. Meraba barang dagangan, tak ada yang istimewa. Semuanya monoton, tak jauh berbeda atau bahkan ia merasa lebih baik barang dagangannya dibanding toko itu. "Permisi Mas Ferry, ada yang bisa saya bantu mas?" tanya Pak Shodik tersenyum.
"Eh...Anu.. pak... Tidak ada.." Ferry berlari menjauhi ruko itu dan kembali berdialog dengan lamunan di depan tokonya menunggu pengunjung singgah dan membeli sebarang dua barang miliknya. Seketika otaknya menyanggah. Dizaman serba modern ini masih saja percaya akan hal primitif seperti itu, apalagi dirinya mengenal baik Pak Shodik sebagai pemilik ruko tersebut yang terkenal ramah dan sopan dikalangan masyarakat sekitar.
"Permisi anak muda, kau punya uang kecil?" "Saya belum makan sedari malam" ujar lelaki tua dengan pakaian lusuh bercak kotor disekitar tubuhnya. Ferry tersadar, "Uang kecil dari hongkong. Liat tuh pak, dagangan saya belum laku sama sekali. Saya saja belum makan dari pagi, pedulikah bapak?" "Cepat pergi sana" ketus Ferry emosinya meluap. Pria tua itu berjalan membelakangi rukonya dengan lesuh dan hilang antah berantah, Ferry tak peduli. Ditatapnya ruko seberang, masih saja ramai.
Sore menjelang malam tiba, Pak Shodik menutup rukonya dengan wajah penuh syukur. Menyapa Ferry di seberang rukonya. "Mas Ferry, saya duluan ya... Ada urusan yang harus diselesaikan. Assalamua'alaikum" "Wa'alaikumussalam, baik pak. Hati-hati" jawab Ferry menghembuskan segumpal asap rokok dari mulutnya. Jiwanya resah penuh tanya, kemanakah Pak Shodik pergi. Dirinya menduga bahwa prasangkanya benar, ia akan menemui dukun di kota seberang.
Diam-diam Ferry membuntuti Pak Shodik dari belakang. Mengendap layaknya ninja negeri sakura, membungkam ramainya lalu lintas kota. Sambil membawa kantung plastik berwarna merah besar, Pak Shodik menoleh ke kanan dan kiri. Dilihatnya dua anak pengamen laki-laki tinggi semampai dan wanita kecil dengan tinggi sebahunya duduk di trotoar jalan. Pak Shodik menghampiri lalu memberi dua buah kotak nasi dan air mineral dari kantung plastik yang ia bawa, mereka tersenyum.
Pak Shodik memeluk mereka seraya berkata "Jangan menyerah ya nak selalu berjuang, agar kalian menjadi saksi betapa lucunya negeri ini. Disaat orang-orang sibuk memilih antara Vans atau Converse dan segala macam barang branded, kalian disini sibuk berjuang makan atau tidaknya hari ini dan tidur dimanakah malam ini. Percayalah, Tuhan punya rencana indah buat kalian. Tetap semangat". Suasana haru menyelimuti mereka, tak lama kemudian anak jalanan lain dari berbagai sudut datang menghampiri, ikut memeluk Pak Shodik.
Isak tangis memecah tatapan Ferry lima belas meter dibelakang, sekarang ia malu akan dirinya yang tak pernah berbagi rezekinya dengan mereka orang yang tak mengenal siapa keluarganya, ayah ibunya. Orang-orang yang terbuang di tengah megahnya kota. Dalam hatinya berjanji untuk lebih memerhatikan lingkungan sekitar dan lebih peduli dengan sesama.
Dua minggu kemudian tak ada yang berubah, kecuali Ferry yang kini tak melamun lagi. Dirinya tengah sibuk melayani ratusan omset yang datang saban hari. Berbagai furniture di tokonya habis, begitu juga ruko diseberang. Tak lama, anak jalanan menyerbu tokonya. Terdengar suara terompet dan beberapa donat yang ditumpuk dengan lilin angka 23 simbolik dari umurnya . "Selamat Ulang Tahun Kak Ferry" "Semoga sehat dan selalu menyayangi kita semua" ujar mereka sembari tertawa kecil dihadapannya. "Terima kasih Tuhan" "Terima kasih adik-adik" Ferry tersenyum lalu menatap ruko kecil di seberang, hatinya berkata "Terima kasih banyak, Pak Shodik".

EmoticonEmoticon